Ads here

Mentan Harus Naikkan Harga Beli Gabah


Heri Mustari: Harus Spesifik Lokasi

PONTIANAK – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Gerakan Kebangkitan Petani Indonesia (GERBANG TANI) Kalbar meminta pemerintah menaikkan harga pembelian gabah petani, minimal melalui peraturan menteri sebagai turunan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kebijakan Pengadaan  abah/Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah.

“Dalam diktum kedua Inpres tersebut jelas diatur Menteri Pertanian bisa menetapkan harga pembelian
gabah/beras diluar kualitas yang sudah ditetapkan,” papar Heri Mustari, Ketua DPW Gerbang Tani Kalbar, kemarin di Pontianak.

Sebagaimana diketahui, dalam diktum pertama inpres tersebut dijelaskan harga pembelian Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa/kotoran  aksimum 10 persen adalah Rp3.700 per kilogram di petani, atau Rp3.750 per kilogram di penggilingan;

Sementara harga pembelian Gabah Kering Giling (GKG) dalam negeri dengan kualitas kadar air
maksimum 14 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen adalah Rp4.600 per kilogram di penggilingan, atau Rp4.650 per kilogram di gudang Perum Bulog 

Sedangkan harga pembelian beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen butir
patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh minimum 95 persen adalah Rp7.300 per kilogram di gudang Perum Bulog.

Dari aturan itu terutama untuk GKP, yang jadi persoalan adalah ketika panen raya pada musim penghujan membuat kadar air GKP meningkat, bisa sampai 30 persen melebihi kadar maksimum yang ditetapkan
pemerintah.

“Akibatnya harga GKP anjlok karena dibeli murah, sementara petani perlu uang cepat,” kata dia.

Karena menurut Heri, setelah menunggu lebih dari tiga bulan, usai panen tidak sedikit petani membutuhkan uang segera sehingga usai panen gabahnya langsung dijual, tidak lagi menunggu dikeringkan sampai tingkat kadar air standar.

“Penjemuran padi yang dilakukan petani lebih banyak konvensional, sepenuhnya bergantung pada sinar matahari, ketika musim hujan menjual padi dengan segera menjadi pilihan pertama,” ucapnya.

Mestinya ada kebijakan dari pemerintah yang bisa mengatasi kondisi tersebut sehingga harga gabah petani tidak anjlok meskipun kadar airnya melebihi ketentuan.

“Harus ada peraturan menteri yang bisa melindungi tingkat pendapatan petani,” ujarnya.
Harga Beli Spesifik Lokasi

Heri Mustari juga menilai harga pembelian gabah yang ditetapkan pemerintah selayaknya melalui proses penilaian analisasa usaha tani terutama kebutuhan biaya modal yang tentunya berbeda pada masing-masing daerah.

“Istilahnya harga beli gabah spesifik lokasi, artinya biaya produksi yang dikeluarkan petani untuk menghasilkan gabah satu daerah dengan daerah lain berbeda,” jelasnya.

 

Misalnya di Pulau Jawa biaya produksi per hektarnya bisa lebih murah daripada di Kalbar karena input atau sarana produksi pertanian yang digunakan selain barang bersubsidi dan juga biaya tenaga kerja
kalau di Jawa bisa lebih murah ketimbang di Kalbar

“Petani di Jawa keluar biaya murah, di Kalbar lebih mahal tetapi padi mereka dibeli dengan harga sama oleh pemerintah, jelas petani Kalbar rugi jika dibandingkan petani di Jawa,” ucapnya.

 

Belum lagi kata dia produktivitas lahan di Jawa bisa lebih maksimal daripada di Kalbar karena tidak sedikit lahan sawah di Kalbar yang merupakan lahan sub optimal yang memerlukan perlakukan khusus
dengan biaya tambahan yang tidak sedikit agar bisaa berproduksi optimal.

“Luas lahan yang sama, input sama, pengendalian hama penyakitnya sama, teknologi juga sama, tetapi produksi bisa lebih tinggi di Jawa daripada di Kalbar,” ujarnya.

Artinya kata dia, sudah selayaknya pemerintah menetapkan harga beli gabah petani dengan mempertimbangkan stabilisasi ekonomi nasional, melindungi tingkat pendapatan petani stabilisasi harga beras, memberikan penilaian harga beli yang berbeda sesuai daerahnya dengan memerhatikan biaya yang dikeluarkan petani.

“Bahkan teknologi pemupukan saja sudah spesifik lokasi dan sudah bisa dilihat berapa biaya yang
harus dikeluarkan petani untuk membeli pupuk sesuai rekomendasi pemupukan dari pemerintah, belum lagi biaya tenaga kerja,” ucapnya.

Wajar saja kata dia harga gabah di Jawa bisa dibeli murah karena biaya yang dikeluarkan juga lebih
sedikit daripada petani di Kalbar. Akibatnya beras dari Jawa membanjiri pasar Kalbar karena harga beli di Kalbar bisa lebih tinggi dan masyarakat akhirnya tergantung pada distribusi beras dari luar.

“Kemandirian pangan daerah luar Pulau Jawa terhambat karena bahan pangan dari Jawa membanjiri pasar di Kalbar,” ucapnya.

Akibat lainnya bisa saja petani secara perlahan melakukan alih fungsi lahannya dari sawah ke komoditas lainnya karena padi dinilai kurang menguntungkan, lebih mudah bagi petani membeli beras di pasar karena banyak tersedia dan lebih murah.

“Boleh di cek berapa banyak beras asli Kalbar yang tersedia di pasar, saya pikir lebih banyak beras dari luar Kalbar dengan berbagai merek dan kemasan,” imbuhnya.

Menurut Heri sudah semestinya harga beli gabah ditetapkan spesifik lokasi sehingga bisa berdampak pada kemandirian pangan daerah, artinya produksi beras di Kalbar cukup untuk memenuhi kebutuhan Kalbar dan kelebihannya bisa memenuhi kebutuhan provinsi terdekat yang kekurangan atau ekspor ke luar negeri.

“Di Jawa juga seperti itu, kelebihan kebutuhan konsumsi petani bisa memenuhi kebutuhan beras cadangan pemerintah dan di ekspor,” jelasnya.
Naikkan HPP Gabah


Ketua DPW Gerbang Tani Kalbar, Heri Mustari meminta pemerintah menaikkan Harga Pokok Pembelian (HPP) Gabah ditingkat petani sebesar 50 persen demi melindungi tingkat pendapatan petani

“Kisaran 50 persen kenaikan itu ideal karena Inpres Nomor 5 tahun 2015 itu sudah berjalan dua tahun,” jelasnya.
Dia memberikan ilustrasi mengacu pada harga beli sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah dengan harga Gabah Kering
Panen (GKP) Rp3.700 di petani dan biaya poduksi rata-rata untuk lahan sub optimal di Kalbar mencapai Rp12 juta per hektar, produktivitas di angka 5 ton per hertar, maka setelah menunggu empat bulan hasil penjualan mencapai Rp 18,5 juta per hektar. Jika dikurangi biaya produksi, maka pendapatan petani per bulannya mencapai Rp1,6 juta dan ini masih dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP) yang mencapai
Rp1,9 juta per bulan.

“Kapan petani mau sejahtera,” tukasnya.

Dengan perhitungan sama, jika harga beli GKP oleh pemerintah dinaikkan sebesar 50 persen maka petani bisa mendapatkan penghasilan bersih sebesar Rp15,75 juta per hektar atau Rp3,9 juta per bulan.

“Kalau seperti ini pemerintah benar-benar telah melindungi tingkat pendapatan petani dan petani di Indonesia bisa sejahtera,” ujarnya.

Kenaikan ini kata dia akan berdampak pada ketertarikan rakyat terutama generasi muda untuk benar-benar menekui profesi sebagai petani sawah karena hasilnya menjanjikan kesejahteraan.

“Target swasembada juga akan mudah tercapai dan daya beli petani terhadap kebutuhan pokok lainnya juga meningkat,” jelasnya.

Selain itu, dalam upaya menstabilkan harga beras sudah selayaknya masalah perberasan ini sepenuhnya dibawah kendali pemerintah sehingga tidak terbuka ruang bagi pihak-pihak yang hanya mau mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan memainkan harga beras.

“Banyak skema yang bisa ditempuh pemerintah untuk menjamin stabilitas harga beras di pasar untuk melindungi kebutuhan masyarakat,” jelasnya.

Salah satu yang bisa dilakukan kata dia bisa saja melalui pemerintah daerah membuat BUMD yang kegiatan utamanya adalah memproduksi beras, baik menanam sendiri atau menampung gabah petani khususnya padi premium karena sudah selayaknya rakyat mendapatkan beras premium.

“BUMD itu yang bisa berperan menstabilkan harga beras terutama beras premium di pasar,” jelasnya.

Selain itu bisa juga kata dia dengan mengefektifkan BUMDes karena sekarang pemerintah sedang gencar mendorong desa untuk mandiri dan salah satu peluangnya adalah melalui bisnis perberasan.

“Pemerintah mendorong BUMDes untuk berbisnis di sektor pertanian, khususnya padi dari hulu sampai ke hilirnya dan untuk desa yang tidak ada sawahnya, BUMDes nya bisa bekerja sama dengan desa
lain sebagai bagian rantai distribusi,” ucapnya.

Intinya kata dia, harga beras bisa stabil dan masyarakat bisa merasakan beras kualitas premium dengan harga layak. (*)

Komentar Anda

Tuliskan komentar anda dengan bahasa yang santun, sopan dan bijak

Previous Post Next Post